August 08, 2012

Teruntuk Thumbelina (Part II)



Gadis kecil tertunduk sedih, menatap kosong keranjang bunganya. Perasaannya campur aduk antara benci, muak, lelah, ingin berhenti, berteriak, tapi sayang tak bisa. Masa lalu turun deras seperti hujan di antara sela rambut ikalnya. Menambah suasana abu perasaan gadis kecil berwajah sendu. Bunga di keranjangnya nampak berwarna cerah bersahabat tapi kalau diamati baik-baik, semua sudah layu. Layu dari dalam, perlahan dimakan diam. Dunianya luas tak terjamah. Angka dan huruf silih berganti berlari di atas bayangan, bernyanyi random dengan suara yang dihapal di luar kepala dan selalu membuat bergetar tiap syaraf tubuh. Mimik dan bahasa tubuh, memori itu berputar terus di kepala. Bekerja keras mencari segala makna dari hal itu tapi tak pernah ada jawaban yang pasti. Gadis kecil pernah coba berlari untuk mencari kunci dari jawaban ini, tapi setan-setan terlalu banyak lalu bergerombol, menyeret tubuhnya dengan kasar agar kembali ke posisi menatap bunga-bunga layu terus-terusan. Gadis kecil tak bisa berkutik, kaki dan tangan terikat perasaan sendiri dan ingatan kembali dibayang-dibayangi kerinduan tak terbendung, tak pernah tersampaikan.


Gadis kecil jadi galau. Gadis kecilku yang wajahnya seperti berlian, yang tawanya renyah seperti wafer cokelat yang mahal harganya, yang rapih dan tertata tulisannya, gadis kecilku yang cantik tapi selalu bersembunyi di balik kelabu, Thumbelina.


June 9, 2012

No comments:

Post a Comment