May 12, 2016

Dvasasa

berlari di kerumunan bukit alang-alang
menjamah angin
di bawah terik surya
menengadah,
harapan berbisik, usaha dikurung rapat
dalam perjalanan meretas angan
menikmati proses sebelum musim berganti lagi, dan lagi
merebahkan tubuh layu alang-alang
untuk kemudian tumbuh lagi

saat itu,
kita sedang melihatnya dari atas bukit.

May 2016

April 25, 2016

Pengagum

Berawal dari sebuah tangan yang ku terima meminta bantu dibawa jalan
dari asing baginya, namun rumah untukku.
Sebuah imbalan dibacakan padaku, sebagai tanda balas jasa atas bantuan
yang bertahun kemudian dilupakannya.
Terkadang aku membukanya, sesekali di masa lampau
Tapi logikaku selalu berselancar bebas hinggap di dahan satu
sibuk mengamati yang lain
Barisan pendaki di bukit-bukit baru tempatku menata diri.

Adalah matahari setengah tinggi, aku mulai memperhatikannya
Ketika dia bertanya siapa namaku, kemudian menuliskannya di lembar
Lalu tersenyum.
Aku mengaguminya karena dia begitu berpendar dalam ilmu
Namun tetap riuh saat kelompok kami menepi di tiap semester
Dia begitu suka sesuatu yang lama,
Jiwa-jiwa klasik dari buku-buku terbitan senja bacaannya, hipotesaku
Karena dia suka bicara begitu tua dari umurnya
Persamaan dimana aku selalu menemukan diriku yang sebenarnya, klasik.

Aku begitu mengagumi pikirannya, yang jauh lebih luas melahap objek tulisan dariku.
Keingintahuannya yang tak terelak membawanya maju dengan sangat baik
Pujian mengalir baik di muka maupun belakangnya
Hal-hal yang dia miliki adalah apa yang ingin tetuaku harapkan aku bisa seperti itu.
Aku mengaguminya
Ku pikir, dia tak begitu sadar langkahnya mampu
membuat ribuan bunga bermekaran sebelum musim semi
membuat pelangi hadir jauh sebelum awan menghirup uap air laut.

Aku mengaguminya..
(meski kadang aku ragu untuk melihatnya lama pada mata)

Mungkin karena dia begitu luwes berteman dan terkadang
ku pikir terlalu bersahabat, maka dia dengan mudah hadir di pikiran tiap insan
begitu pun juga mengapa dia kini hadir di tulisanku
(ha-hal yang nanti ‘kan ku ingat lagi dalam lowongku).
Dia begitu mudah untuk dicintai, tapi ku pikir akan ada barisan panjang pengagum rahasia maupun frontal
yang menunggu untuk dipanggil namanya dari dalam doanya.
Semoga dia akan selalu bersinar dan bahagia seperti ini
Karena aku,
seorang pengagum biasa,
mendoakannya seperti itu.


Yogyakarta, 22 April 2016

February 26, 2016

Langit Malam

Terkadang dalam beberapa kali kesempatan aku mencoba membuka suara
kiranya angin menghembuskan kata hatiku
Jauh membumbung tinggi ke angkasa.

Beku tak berkutik hanya mampu
menulis dan melukismu
di udara menghadap
Rembulan
yang tak pernah bisa bulat penuh
Tiap harinya.

Layarku akan tetap terus berkembang membawaku
Entah makin jauh darimu atau hanya seperti ini,
dekat.. Meski bayangku tak ada difigura mata cokelatmu.

Setiap waktu saat aku melihatmu, lalu berputar kepalaku.

Ribuan bintang selalu berlomba bersinar bersahutan di langit malam,
namun akan tetap terasa berbeda gemerlapnya

Ketika...

Sorot fokusku selalu jatuh pada bintang yang sama.

(Maka) bertanyalah lagi pertanyaan itu,
"Aku merindu. Mungkinkah semua penyamaran benteng ini tertangkap inderamu?"

Biarkan aku jadi kejora di matamu.




February 26, 2016
Yogyakarta.

February 19, 2016

Rembulan Malam Ini

Rembulan bersinar
malu-malu di balik arakan awan yang beradu
Menuntun batinku mengirim rasa
tuk memuji.
Pernah kau ku sapa lekat,
Saat rehat sejenak
Menunggu bus yang tak kunjung datang
Waktu yang semakin larut
Perasaan campur aduk
Perpisahan yang tak terelak
Waktu yang hampir kadaluarsa di perbincangan kita akhir 2013.

Saat itu musim dingin bertransisi
Aku ingat saat kita harus menutup pintu karena embun mampu menaikkan selimut sampai ke ubun-ubun saat kita terlelap.
Pemanas air tak berguna, jadi besi yang hanya berbunyi nyaring
Hangatnya dimakan dingin
Luruh, ucap selamat tinggal.

Entahlah apa karena hormonku sedang begitu peka karena pengeluaran bulanan,
sampai harus ku tulis semacam sentimental dalam layar.
Namun aku selalu merindukanmu.
Meski takkan pernah kau baca tulisan ini,
Tanpa bisa kau pahami dengan mesin penjelajah mumpuni itu,
Ya, kadang bahasa bisa jadi pembatas untuk sebuah perasaan.
Tapi kenapa bahasa selalu menjadi mediator terbaik dalam memori rindu redam?
Oh, suatu saat kita pasti bertemu.
Mengabadikan rembulan bersama-sama.
Seperti hari itu.

19 Feb 2016.
for T n Y, people who shared moonlight during a chillin December 13 with me. I also miss you, MI team ! #404

February 14, 2016

Kembali (PART I)

Aku berhenti menulis sejenak
Rehat dari hingar bingar dunia kata.
Bukan karena lelah karena tak bisa apa-apa
namun ada kalanya aku merasa dihempas rasa yang menyegerakan aku bersuara.
Aku terlambat menyuarakannya.

Beberapa waktu ini,
hidupku menjadi sangat realistis.
Hampir tak ada imajinasi untuk sekedar memenuhi dahagaku akan tulisan.
Semu samar lema menari di kepalaku
Tanganku sudah mulai lambat menulis.
Duniaku kini tak seromantis dulu.
Usia makin membawaku pada
masalah-masalah yang memerlukan solusi dan juga bahagia yang kadang tak berarti untuk dibagi
Karena bahagia bukan karena berapa banyak yang tahu, namun berapa besar kita menghargai (dan memanfaatkan) waktu.

Aku harap kita akan punya waktu lebih jauh
Mungkin sebuah perbincangan ringan antara kau dan aku
Saat waktu kesukaanku
Kala senja berbisik dan mega yang merona.

Romantisnya Yogyakarta, 14 Februari 2016
Euphoria tulisan pertama di tahun dan tempat yang baru