June 30, 2013

Malam Puisi

Aku sedang menanti malam menurunkan hujan puisi yang berkilau-kilau menimpaku dengan imajinasi bak seorang ulung pemimpi
Memberiku lentera dalam remang samar perjalanan yang ku bekukan dalam tulisan
Hujan malam puisi tampak sepi, hening tak bertuan tetesnya di awal.
Angka-angka berlari dalam waktu
Menunggu sampai gemuruh dibuka gemanya
Setengah perjalanan, semua bersorak di bawah temarang kuning menyala
Silau yang hangat seperti sebuah keluarga.
Semua nada dilepas liar merajalela berlari mengisi pojok-pojok ruang, langit-langit dan lantai-lantai
Tawa jadi gerai kecil berserakan dimana-mana, penghargaan atas karsa yang terus menerus akan tetap dikibarkan
Wujud tulus kami pada naungan dan handai taulan.
Sebuah puisi mengantar ilusiku meruak
Bayang makin gila menguyah dingin
Aku bahagia, berada di tempat awal aku melukis sebuah jalan
Perlahan
Bertemu impian.

April 7 - May 2013

June 14, 2013

Kamu

Dua belas musim bergegas berganti di rentang waktu yang sama
Gambaran aku yang mandiri.
Di musim-musim terakhir, saat musim panas hendak berakhir
Matahari tak segera menyibakkan gerahnya untuk istirahat sejenak
Aku dipinta rasa untuk jadi yang tersiksa
Disiksa malam oleh bayang-bayang
Sebuah hampa yang seharusnya tak ku pikirkan
-, Sekarang.

Jadi beku tanganku mengalirkan perintah pikiran agar aku cepat sadar
Aku menemukan diriku terjerembab dalam lamunan penuh mesra
Tentang elok yang berupa hologram di visual imajiku.


Bahasa aestetik di kepalaku berbondong-bondong mandeg
Ketika kau mempertanyakan penjabaran apa dan kenapa aku harus mengulang dan memanggilnya kembali
Tentang rasa yang pernah ada (yang dulu)
Kau katakan saat Juni menyeruak, berharap aku memekarkan rasamu
Tapi aku menolak.
Dan kini aku berharap
Bahwa kau akan tetap seperti saat Juni menyeruak,
Karena kini aku mulai
Perlahan
Aku yakini untuk
Mencintaimu dengan caraku yang bijaksana.