December 04, 2013

Cerminan

Berderak meringkuk di tepian
kedinginan disantap angin malam
tinggal menunggu ditutupnya mata, telinga,
berhentinya detak.
Orang lalu lalang, pakai jas, berdasi, perlente
rambut disanggul tinggi, emas digantung dimana-mana
Mereka tak ada yang peduli.

Cerminan ketiadaan empati..
sudah lama mati moral di negeri ini!
Dilahap kebodohan yang berhias materi
aliran-aliran mengalir deras dalam ideologi
Pemuda.
namun tak ada yang bergerak
satu dua orang berteriak, bak pahlawan orang kecil
saat Naik di singgasana,
malah menyemplungkan diri
dalam dosa hegemoni.
Bersatu dalam kebiadaban korupsi.

Keluarga bukan lagi keluarga
keluarga hanyalah simbol nama belakang yang sama
Adik-kakak berebut kekuasaan,
terlihat bahagia, namun saling menjegal satu sama lain
Ibu, fungsinya sudah tidak ada
meski Pertiwi menangis, meratapi kehancuran yang segera tiba
Anak-anak sudah tak lagi iba
terlalu sibuk oleh globalisasi
membentuk image di masyarakat sedemikian rupa
agar bisa jadi Si Pemimpin.

Yang cerdas angkat kaki dari negeri
katanya tak ada apresiasi
sedemikian sulit buat kreasi
toh nanti nama akan berganti
dalam hitam diatas putih.
Hipokrasi (Demokrasi).

Bayi-bayi menjerit minta disusui
dibuang di jalan laksana sampah
saat besar bersiap dipanggil Haram.
padahal ceramah agama dengan mantap berkoar di TV,
"Manusia lahir laksana kertas putih, bersih tak bernoda.."
Namun manusia memang sarangnya hakim-menghakimi
dari yang berpendidikan tinggi sampai yang tidak pernah tahu, untuk apa pensil diciptakan.

Tanah bukan lagi milik negara
tanah sudah jadi milik si Intervensi
Archipelago hanya tinggal nama,
rahimnya habis dikurat mata biru-rambut pirang
Ekspansi Modern,
Penjajahan abad dua puluh satu.

Sampai berapa lama kita mau dibodohi?

Trend musik sama seperti para Aktivis
hanya booming sesaat lalu tenggelam dalam kuasa dan materi.
Beredar aktif, didengar publik, dikoar dan diseret panjang namanya oleh media
Disanjung dan dianggap jadi penerus tonggak perjuangan
Mulutnya wong cilik, begitu kata para tukang becak.
Berapi laksana Bung Tomo, namun perjuangannya jauh berbeda
karena mereka berakhir bukan jadi pahlawan
hanya gerombolan Pecundang.

Sudah berapa banyak Pecundang yang kau saksikan hari ini?

Itulah cerminan,
kita hanya bisa jadi penonton
karena saat kita melawan
barisan senjata mulai disiapkan
untuk membungkam mulut si Pelurus Keadaan.
Orang-orang dihadapkan pada dua pilihan ; tetap diam atau bersatu dalam kebodohan

Maka yang di tepian meringis,
menyesal di belakang
kenapa memilih pemimpin yang salah,
 termakan janji-janji
(bagaimanapun janji diciptakan untuk diingkari, sama seperti peraturan yang dibuat untuk dilanggar)
Ironi.
Tinggal tunggu mati
bagaimanapun,
Takkan ada yang peduli.


- Bangkok

No comments:

Post a Comment