Tolong angkat kegelisahanku segera dari himpitan tekanan sekitarku.
Aku hanya sekedar titik kecil di antara enam milyar gejolak yang berarus diatur masa.
Aku memikirkanmu sesekali, menyapamu lewat gumam
Di kala pagi, dalam sebuah kopi
Atau di pekat malam dilarut susu hangat.
Apa bisa aku menyapamu lagi? Bertemu saja aku tak mampu.
Kakiku tak lagi berada dalam lotre keberuntungan.
Kini aku hanya terpojok di tikungan,
Semua nampak jauh pergi karena alasan-
Alasan bodoh yang buatku jadi tambah keras. Lalu menghilang biar mereka senang.
Biar hatiku tak terus sakit, melempem karena tak dihargai dengan baik
Aku hidup dalam senyum di mataku, tapi terus saja berlari agar aku tak sendiri menuju keramaian.
Pernah aku menepi ke pantai sehari karena lelah,
Tapi mengapa hatiku makin tak terasa dingin tak terjamah.
Matahari hanya simbol kesilauan, semua lalu hilang dan datang dengan mudahnya.
Lambungku sakit bukan karena menunggu makanan, tapi karena aku menahan utk mengunyah menunggu teman makan
Yang tak pernah muncul.
Hendaknya aku tak luruhkan asaku
Karena sewaktu-waktu mereka bisa saja kembali menarikku ke belakang
Seakan segalanya nampak mudah untuk dimaafkan.
Bagaimanapun ketidakadilan akan tetap begitu, merusakmu dengan empati yang lama-lama akhirnya akan ditinggalkan.
Mengapa harus jadi mengerti ketika sudah mencoba jelaskan tapi tak dinyana gaungnya?
Bukan berarti aku jadi hitam untuk buatmu bersalah,
Ini hanyalah bentuk kekecewaanku atas gelas-gelas yang isinya tak pernah penuh
Dari sebuah teko bersiul
Yang kau beri nama
Teman.
Yk, July 12-Aug 10 2015
No comments:
Post a Comment