Kebahagiaan perlahan pergi jauh dariku
Wujud tetap dekat hanya saja hati kami sudah tak merapat seperti pagi kemarin
Saat kami hanya sekumpulan bocah pemanjat pohon jambu
Markas kebanggaan masa naif.
Naif pula yang hantarkan aku tegak berdiri,
Bahwa kita akan selalu bersama
Dalam dekap yang tak punya batas.
Hanya saja semakin dewasa, kepala kecil ini semakin sadar bahwa
Abadi hanya ada dalam bahasa dongeng.
Diremuk waktu, aku melihat mereka memilih jalan sendiri
Jalan yang menurut ayah adalah akhir dari wajibnya orang tua pada anaknya
Ayah mengucap syukur, maka bunda menghela lega
Pemandangan ini bagiku absurd.
Bagaimana mungkin kita tak lagi terikat dan punya jalan sendiri?
Ini bukan keadaan yang kondusif
Mereka semakin menjauh dibawa arus masa yang mereka gadang padaku namun nyatanya asing meski dahulu polosku mengamini.
Apa aku juga harus beranjak dari pohon jambu agar tak terlalu kesepian?
Atau sekedar menyiram tanaman sedikit saat matahari beranjak terlelap agar tak kering?
Masalah menghantarkanmu pada korslet berjamaah. Kita tak lagi sama.
Ketakutanku berbuah hasil,
Tak sejalan dalam spekulasi keras kepala.
Selamat Bahagia.
April 18, 2015
No comments:
Post a Comment