Mungkin ini hanyalah bentuk pembelaan diri yang keterlaluan jauhnya
Karena ketakutanku pada embun-embun di pohon tempatku berteduh.
Maafkan Aku.
Yk, November 2014
Smile though your heart is aching. Smile even though it's breaking. When there are clouds in the sky, You'll get by. If you Smile through your pain and sorrow, Smile, and maybe tomorrow; You'll see the sun come shining through for you.
Mungkin ini hanyalah bentuk pembelaan diri yang keterlaluan jauhnya
Karena ketakutanku pada embun-embun di pohon tempatku berteduh.
Maafkan Aku.
Yk, November 2014
Sudah berapa jam telingaku denging tak henti
Kata orang ada yang membicarakan
Sudah berapa hari sejak makanku tak berselera
Seakan hidangan hanyalah angin di dalam perut
Kata orang banyak pikiran
Sudah berapa lama lembar-lembar kosong tak bertulis
Diacuhkannya di pojok ruang
Kata orang uring-uringan
Sudah berapa hari tidur malamku tak nyenyak
Kata orang sedang keterlaluan merindukan
Sudah berapa lama sejak detak ini berhenti berdegup keras
Hanya karena sebuah sosok
Kata orang
Purnama di kala siang.
Kiranya gugup datang bukan untuk diacuhkan begitu saja.
Aku bercumbu di bawah naungan malam dengan pikiranku yang melintas jauh lewati alang-alang impian
Murung ku hangus
Dibakar cepatnya transit di hulu sebuah perasaan.
Yk, November 2014
Di dalam pagi aku merindukanmu
Berharap tanganku mampu tepikan ragumu agar luruh tak menggunung
Di dalam kopi aku mengaduk
Berharap pahitmu akan lebur jadi satu dengan gula
Jadi kau tak lagi terbiasa hampa
di tengah malam-malam ketika kau tetap terjaga oleh sepi dan sendiri
Di dinding-dinding ini punggungku bicara
Menyangga karena kaki hampir tak mampu lagi tegak menopang badan
Menunggumu dengan setia kala hempaskan lirih
Dalam hangat selimut aku meringkuk
Berharap dinginnya tak buatmu kebal menyiksa diri
Logikamu harus tetap jadi latar
Berhentilah saat hujan menyapa.
Dalam diam menahun aku berharap
Kau sadari hadirku
Tak usah lagi berpeluh keluh
Tak tampak lagi tatap mata sendu
Ada aku
Yang seksama memperhatikanmu
Jadi jangan sendiri menerjang hari.
Yk, November 7, 2014
Setiap masa yang dihadirkan usia
selalu berakhir apik sebagai pelajaran tertulis lekat warnai gambaran angan di depan
Meski akhir kadang tak secemerlang biru sebelum mega, atau terik di jam tiga sore
Namun damai selalu jadi makanan penutup terbaik di akhir makan malam
Walau kadang menunggu perih enyah itu membosankan, menanti jawaban itu meresahkan, memastikan kebaikan atas waktu yang melumat pelan kesabaran,
Lebar ku lentangkan tangan terima pelukan hidup
Tak gentar ditembus pedih, tak termakan ditipu kesenangan
Kita pernah ada di bawah langit yang sama untuk waktu yang cukup lama.
Aku pikir kita sama, karena setiap sakitmu aku ada mendengarkan. Setiap tawa yang ku bagi adalah konsumsi primermu agar bertahan dengan luka yg disimpan
Bagaimanapun juga, bertemu denganmu menyadarkanku
Bahwa nyaman tak diukur oleh senjang waktu sebuah pengenalan
Kepercayaan dibenah bukan hanya dengan selaya pandang
Keyakinan berlebih nantinya akan menuai kebencian,
Suarakan harapmu, jangan jadi desahan belaka
Hempaskan nada pelarian.
Berlarilah kepedihan, karena kau akan ku lupakan.
November 2-3 2014, Yk
Di dalam tulisan aku
Kehilangan jati diri
Kadang aku merasa dirasuki, bukan seperti aku
Seorang yang menanti di sebuah dermaga akan senja.
Ada paham yang terkadang tak sanggup dihirup pikuk biar jadi lebur
Ada masa di mana mata tak lagi menatap arah yang sama
Tapi tangan tetap giat mengukir indah dan menanamkan ideologi pahit ketika lagi kepala seret memori pulang
Terjebak dalam hal yang sama.
Tapi tulisan,
Di dalam tulisan aku bertumbuh dewasa
Kata seakan jadi saksi penghapusan pembodohan, dibukanya jalan pikiran
agar lelah bisa dirangkum dan dibingkai mesra ingatan
Seorang yang menanti senja di dermaga tenggelam dalam duka penantian
Melihat orang-orang beranjak pergi menuju bulan
Kesabaran
Apakah terbatas?
Laksana bumi yang agung tak berujung, tapi begitu bergantung pada orbit
Sekuat apapun berlari dari realita, tanggungan mengapit gaib di lengan, selalu.
November 2, 2014, Yk